Hanif Ys
 
Hukum pancung yang menimpa kepada Ruyati sepertinya bukan hukum pancung yang terakhir kepada para tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia yang bekerja di Arab Saudi. Tercatat masih ada sekira 23 TKW yang nasibnya dengan hukum pancung. Meski, misalnya, 23 TKW itu sudah dipancung satu per satu, itu tidak akan membuat pemerintah Indonesia menghentikan pengiriman TKW.

Kalau diselisik, kejadian yang menimpa Ruyati pada saat ini, pada tahun 2010 sudah pernah terjadi kasus serupa, di mana TKW asal Cianjur, Jawa Barat, bernama Kikim Komalasari ditemukan tewas di sebuah tong sampah Kota Abha, Arab Saudi. Kikim diduga dibunuh sang majikan setelah diperkosa. Kejadian yang demikian rupanya tidak dijadikan pelajaran oleh pemerintah, dan mungkin saja pemerintah menganggap itu sebagai hal yang biasa sehingga pemerintah tetap mengirimkan TKW ke Arab Saudi.
 
Pemerintah Indonesia meski ditekan dari banyak pihak untuk menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi namun tetap tidak mendengar desakan itu bisa jadi pemerintah menganggap kejadian seperti Ruyati, Kikim Komalasari, dan kasus-kasus penyiksaan dan pembunuhan lainnya sebagai 1: 1.000. Artinya pembunuhan yang terjadi hanya terjadi pada satu TKW di antara 1.000 TKW lainnya. Jadi tidak semua TKW mengalami nasib seperi Ruyati atau Kikim Komalasari sehingga masalah TKW di luar negeri masih dianggap aman-aman saja. 

Ketika kasus yang menimpa Kikim Komalasari terjadi, pemerintah Indonesia pernah mempertimbangkan untuk menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi. Namun bila pemerintah menghentikan pengiriman TKW ke Arab Saudi, pemerintah berpikir hal yang demikian akan berimbas kepada masalah lapangan kerja di Indonesia. Pergi Arab Saudi merupakan sebuah kesempatan lapangan kerja yang sangat mudah dan cepat. Bila itu ditutup tentu akan terjadi penyempitan lapangan kerja. Pernah tercatat, jumlah tenaga kerja Indonesia di Arab Saudi mencapai 1 juta, dan 750.000 adalah perempuan. Bayangkan bila sejuta lapangan kerja ditutup, tentu akan menyebabkan semakin banyaknya pengangguran dan berujung pada semakin beratnya beban negara.

Selain itu bila dihentikannya pengiriman TKW maka devisa negara akan menurun. Pada tahun 2006 para Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri selama setahun menyumbangkan devisa kepada negara sebesar Rp60 triliun. Dengan devisa itu mampu memberi makan kepada sekira 30 juta orang di Indonesia. Apa yang dihasilkan para tenaga kerja itu sebuah prestasi yang luar biasa sebab jumlahnya kedua terbesar setelah peringkat utama dari sektor minyak bumi dan gas (migas).

Masalah tenaga kerja keluar negeri memang sejak dahulu menjadi dilema bagi pemerintah. Di satu sisi pemerintah tidak mampu menciptakan lapangan kerja di dalam negeri, di sisi lain para tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri tidak mempunyai skill yang cukup. Skill dan pendidikan yang rendah itulah yang membuat para tenaga kerja tidak mampu membela diri. 

Arab Saudi Menolak Hukum Thogut 

Apa yang terjadi pada Ruyati merupakan sebuah keprihatinan bagi kita semua, lebih-lebih hukum pancung yang menimpanya hanya berselang beberapa hari selepas Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pidato soal pentingnya perlindungan terhadap buruh migrant di markas ILO, organisasi buruh internasional, Jenewa, Swiss.

Pidato dengan tema Forging A New Global Employment Framework for Social Justice and Eguality dalam konferensi ILO itu dengan gagah SBY menyampaikan, buruh migran di Indonesia disebut sebagai pahlawan devisa dan sebagai pahlawan di rumah tangganya. Untuk itu SBY mengajak semua negara untuk memperhatikan dan memberikan pelindungan terhadap pelaku pekerja di sektor domistik atau rumah tangga. 

Apa yang terjadi di ILO itu, pemerintah Arab Saudi bisa saja mereka mendengar dan menyimak, namun apa yang disuarakan dari ILO itu tidak membuat Arab Saudi serta merta melaksanakan aturan-aturan itu.  Mengapa demikian? bisa jadi aturan-aturan yang datang dari Barat oleh Arab Saudi dianggap sebagai aturan orang kafir atau thogut sehingga sampai kapanpun Arab Saudi tidak mau meratifikasinya. Misalnya saja Arab Saudi tidak mau meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.

Kalaupun Arab Saudi menyatakan adanya aturan hukum internasional yang mengacu pada HAM, itu hanya lips service semata. Ketika pada Oktober 2010, Ketua MA Kerajaan Arab Saudi Saleh Bin Abdullah Bin Humeid berkunjung ke pimpinan MPR, ia mengatakan bahwa Arab Saudi sudah mempunyai organisasi HAM (Hak Asasi Manusia) yang melindungi seluruh tenaga kerja. Saleh Bin Abdullah Bin Humeid membuka pengadilan untuk menangani masalah tenaga kerja. Bila adalah masalah pada tenaga kerja, pemerintah Arab Saudi sudah membentuk lembaga tempat tenaga kerja mengadukan dan melaporkan, misalnya bila menghadapi masalah gaji atau pun kasus penyiksaan. 

Namun apa yang dikatakan itu terbalik dengan realitas yang ada. Dengan adanya kasus Ruyati menunjukan bahwa Arab Saudi dalam melindungi para tenaga kerja hanya sebatas konsep dan lips service semata. Akibat dari tidak bersedianya Arab Saudi mengikuti hukum dan aturan internasional tersebut maka Indonesia yang warganya tertimpa masalah di negeri itu mengalami kesulitan ketika mencoba menggunakan kekuatan hukum internasional. 

Bila Arab Saudi tidak sudi menggunakan hukum internasional dalam masalah tenaga kerja maka kita pun juga bisa mensiasati menggunakan hukum Islam. Misalnya dengan kapasitasnya sebagai ulama besar, Presiden Gus Dur menelepon Raja Arab Saudi ketika ada kasus TKW yang terancam hukuman mati. Berkat sosok Gus Dur sebagai ulama maka hukuman bagi Siti Zaenab, akhirnya dibatalkan.

Contoh lainnya adalah, meski Arab Saudi sudah jelas menggunakan nilai-nilai yang terkandung dalam agama Islam dalam masalah hukum, namun itu perlu kita jelaskan lagi pentingnya kesejahteraan dan perlindungan kepada para tenaga kerja sesuai dengan tuntunan Nabi, yakni sebuah hadits yang mengatakan,  "Bayarlah upah buruh sebelum kering keringatnya". Tidak hanya itu, kita paparkan kembali bahwa dalam syirah nabawiyyah banyak pengalaman Nabi yang membebaskan budak. Membebaskan budak ini dalam konteks sekarang adalah memberi perlindungan, pengayoman, kesejahteraan, cuti di hari libur, dan dianggap sebagai saudara sendiri kepada tenaga kerja.

Pendekatan-pendekatan secara hukum Islam inilah yang kurang dilakukan oleh SBY. Akibatnya satu persatu TKW dipancung dan menunggu hukum pancung.  

Ardi W



Leave a Reply.