Hanif Ys
 
Picture

Pengusaha ada yang sukses tak sedikit juga yang gagal. Dari sekian banyak yang gagal, untuk bangkit kembali seringkali mereka hanya berkutat pada wilayah-wilayah di luar diri mereka (produk, klien, atau pegawai). Padahal, bisa jadi ada banyak persoalan yang jika terus ditelusuri akan mengarah pada diri mereka sendiri, yaitu wataknya
.

Yang berbicara tentang watak pengusaha atau calon pengusaha sukses mungkin sudah sangat banyak. Terus terang, membacanya saja saya sudah bosan, apalagi menulisnya. Sekali-sekali saya ingin menulis tentang ‘gagal’. Belajar melakukan sesuatu dengan benar dari mereka yang melakukannya dengan salah. Belajar dari orang yang gagal.

Seseorang adalah calon pengusaha gagal jika:

1. Ucapannya Tidak Bisa Dipegang
Saya yakin bukan hanya di dunia usaha, dimanapun kejujuran adalah modal dasar. Strategi opersional, kebijakan manajemen, hingga pengaturan keuangan perusahaan boleh berubah ditengah jalan. Tetapi, apa yang pernah dijanjikan—kepada siapapun (pelanggan, pemasok, hingga pegawai), wajib ditepati. Tak boleh berubah.

Jika berjanji untuk mengirimkan contoh produk, maka harus benar-benar kirimkan tepat pada waktunya. Pernah janji untuk memberi diskon pada pelanggan, maka harus benar-benar berikan diskon. Pernah berjanji untuk memberi bonus pada pegawai jika proyek berhasil, maka harus benar-benar diberikan. Tidak boleh ingkar. Jika tidak yakin jangan menjanjikan. Jika sudah menjanjikan harus ditepati.

Jika janji jemput pacar saja sudah dilanggar, apalagi janji mengeluarkan bonus untuk pegawai. Belajar menepati omongan dahulu, sebelum berpikir untuk menjalankan usaha.

2. Tidak Bertanggungjawab
Jika selama ini seseorang dikenal sebagai orang yang ahli ‘berdalih’, pintar cari-cari alasan. Sebaiknya dia tidak coba-coba bikin usaha. Setidaknya hingga mampu melupakan keahlian berdalih untuk menjadi orang yang berani mengambil tanggungjawab. Salah satu aspek paling menyenangkan dengan menjadi pengusaha adalah ‘menjadi penentu’. Sebagai pemilik usaha, segala keputusan ada di tangan sendiri. Tetapi, ada konsekwensi, yaitu: tanggungjawab.

Tak peduli siapapun yang membuat kesalahan di dalam perusahaan tetap saja menjadi tanggungjawab pemimpin perusahaan. Seorang pelanggan yang kecewa, tidak akan bertanya: “pegawai anda yg mana yang membuat kesalahan?”. Penanam modal di perusahaan tidak mau tahu kondisi ekonomi makro yang buruk, yang mereka mau tahu hanya keuntungan, bukan alasan kenapa tidak untung.

Sehingga, sebelum seseorang mencoba-coba terjun ke dunia bisnis, sebaiknya dia belajar untuk bertanggungjawab atas kehidupan pribadinya terlebih dahulu.

3. Tidak Bisa Mengambil Keputusan
Bukan berarti seorang pengusaha harus mengambil segala macam keputusan hingga menentukan berapa sendok gula pak satpam boleh pakai untuk bikin kopi. Bukan pengambilan keputusan yang butuh waktu berjam-jam. Juga bukan keputusan yang mengikuti teori prosedur pengambilan keputusan secara kaku. Bukan ketiganya.

Seorang pengusaha bukan hanya sekedar menjalankan fungsi mangatur dan mengelola (to manage) melainkan juga menjalankan fungsi memimpin (to lead). Sehingga seorang pengusaha sejati mampu membuat sebuah keputusan, lalu SEGARA mengubah keputusannya menjadi tindakan nyata (implementasi). Dan yang tak kalah pentingnya adalah BERANI menghadapi hasilnya apapun itu (baik atau buruk).

Nah jika seseorang adalah type yang tidak bisa mengambil keputusan dan mengubahnya menjadi tindakan, sebaiknya dia pikir-pikir dahulu sebelum terjun ke dunia wirausaha.

4. Motivasinya Hanya Uang
Dunia pengusaha adalah dunianya roller-coaster. Ada pasang dan surut. Hari ini dapat uang, mungkin besok kehilangan uang. Hari ini pegang uang banyak, besok mungkin tidak pegang uang. Nah jika tujuan seseorang membuat usaha hanya untuk uang, maka motivasinya akan langsung jatuh saat dia harus kehilangan uang tanpa bisa bangkit lagi. Artinya gagal.

Mendirikan dan menjalankan usaha, terutama di awal-awal, siapapun akan lebih sering kehilangan uang dibandingkan mendapat uang. Butuh waktu yang lama (mungkin bertahun-tahun) untuk mencapai titik stabil. Butuh motivasi internal yang kuat agar bisa terus berjalan ke depan meskipun dalam kondisi tidak pegang uang.

5. Emosinya Tidak Stabil
Jika seseorang adalah type yang di satu sisi ‘terlalu-percaya-diri’ tetapi di sisi lainnya ‘mudah-depresi’, sebaiknya dia tidak menjadi wirausahawan. Kombinasi dua watak dasar ini sangat tidak kondusif untuk menjalankan usaha.

Dunia usaha adalah dunia pasang-surut. Membutuhkan sifat opitimis yang realistis, sekaligus tabah dalam menghadapi setiap tantangan. Seorang pengusaha harus mampu menjaga stabilitas emosinya agar di satu sisi mampu menahan gairah dan semangatnya agar tetap realistis dalam melihat peluang bisnis, di sisi lainnya siap menghadapi kegagalan.

Orang yang memiliki emosi tidak stabil adalah sosok yang menakutkan bagi penanam modal maupun calon pelanggan. Tak seorangpun merasa nyaman berhadapan dengan orang yang memiliki emosi labil.

6. Tidak Mampu Mengatasi Kekacauan
Coba lihat meja kerja atau kamar orang yang cukup dikenal.  Jika dia type orang yang biasa hidup dalam kekacauan itu bagus—karena dunia usaha memang penuh dengan keruetan dan kekacauan. Tetapi jika meja atau kamarnya kacau sejak berhari-hari yang lalu dan sampai sekarang masih tetap kacau, berarti tidak cocok untuk menjadi pengusaha.

Idealnya, kekacuan dan keruetan dalam perusahaan harus bisa dibereskan dalam waktu satu hari hingga seminggu. Seseorang tidak perlu menjadi orang yang super-bersih dan super-teratur. Dia hanya perlu menjadi orang yang bisa bertindak efektif-efisien. Bisa membereskan apa yang harus dibereskan, tepat pada waktunya, sesuai dengan yang diinginkan.


Tak satupun dari keenam watak dasar di atas merupakan jaminan untuk menjadi gagal. Tetapi sudah pasti akan membuat proses menuju sebaliknya menjadi lebih berat. Jika ada yang memiliki salah satu diantara 6 tersebut, sebaiknya tidak berkecil hati. Itu bisa diubah. Untuk yang sudah menjalankan usaha, dan kebetulan memiliki salah satu watak tersebut, mungkin dengan mengubahnya bisa membuat perusahaannya menjadi lebih baik, lebih produktif, lebih efisien dalam beroperasi, dan lebih menguntungkan. ~Gusti Bob.

Repost tulisan : Gusti Bob/Kompasiana
 
Tulisankku kemarin yang di terbitkan di Kompas, ternyata banyak menimbulkan kontroversi. Sengaja aku tak menanggapi komentar-komentar para pembaca yang aku lihat terakhir sudah diklik sebanyak lebih dari 34000 kali, share  Facebook dan Twitter masing-masing berjumlah 567 dan 90 dalam waktu kurang dari 24 jam sejak diterbitkannya. Angka yang cukup tinggi untuk publikasi opini di media massa.

Aku menulis opini tersebut karena gelisah setelah nonton acara talkshow di TVone yang menayangkan pernyataan aktifis Yahudi Indonesia untuk merayakan HUT Israel di jalanan ibu kota. Jengah, dongkol juga karena belum hilang dari ingatanku bahwa kata dan simbol Yahudi ternyata menjadi salah satu pemicu maraknya radikalisme di Indonesia. setelah kegundahan itu, aku tulis di akun Kompasianakusecara spontan dan tanpa aku edit kembali. Memang banyak kesalahan ketik disitu karena nulisnya terburu dan tak lebih dari 10 menit. Baru 5 menit setelah publish, tlisan yang aku beri judul "Komunitas Yahudi Mau Merayakan HUT Israel" itu kemudian masuk kategori High Light, dan 5 menit berikutnya aku menerima permintaan ijin dari redaksi Kompas agar tulisanku dapat diterbitkan ke media itu. Aku iyakan aja, itung-itung kalaupun cuma HL di Kompasiana, tingkat keterbacaannya jarang menembus angka 1000, karena yang membaca tentu hanya mereka yang memiliki akun di sicial media itu saja. Aku pikir ini menjadi apresiasi sendiri buat aku dapat menulis di harian Nasional itu.

Aku tertawa sendiri karena tulisan itu menuai kontroversi yang luar biasa. Polemik antara yang Pro dan Kontra terjadi, bahkan tak jarang ditemukan kata-kata pedas dan sumpah serapah. Tak kalah serunya di Kompasiana sendiri, aku sampai kewalahan memberi respon balik terhadap komentar Kompasianer (sebutan buat pemilik akun Kompasiana). 

Aku buka kembali Kompas Cyber Media di malam harinya, ternyata tulisanku masih nagkring di situ. Walau bukan di Highlight, tapi pindah ke rubrik Pilihan Editor. Aku pikir pantas saja, sampai mencapai angka segitu. angka keterbacaan yang luar biasa untuk tulisan yang cuma digarap secara iseng. Lu manyuuun.....! Oya tulisan itu bisa diklik disini
 
Picture
Tulisan ini dimuat di Kompas edisi 13 Mei 2011, di link :      
http://internasional.kompas.com/read/2011/05/13/10254223/Benarkah.Akan.Rayakan.HUT.Israel


Pagi ini secara tak sengaja saya tonton talkshow di sebuah televisi swasta tentang rencana kelompok Yahudi Indonesia yang berencana merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Israel 14 Mei Sabtu besok. Saya termenung sesaat. Pertama yang ada dalam benak saya, apa benar ada Komunitas Yahudi di Indonesia? Kedua, Apa tujuan mereka merayakan HUT bangsa lain yang sampai saat ini tidak ada korelasinya dengan Indonesia?
Yahudi adalah sebuah bangsa sekaligus teologi yang belakangan selalu menimbulkan kontroversi karena sepak terjang dan sejarah pembantaiannya terhadap bangsa Arab di Palestina. Anehnya selama ini saya belum mendengar bangsa dan teologi ini tumbuh atau ada di Indonesia. Kenapa kemudian muncul berita akan ada perayaan bangsa Israel di sini? atau saya memang terlalu kuper sehingga saya tidak tahu bahwa Yahudi tidak hanya ada di sekitar Hebron dan sekitar bukit Zion.

nara sumber mengatakan bahwa tujuan komunitas ini ingin meredam kekerasan yang selama ini meningkat di Indonesia. Saya berpikir apakah mereka tidak salah tujuan..? bukankah dengan menyentuh sensifitas sebagian besar masyarakat yang tak simpati dengan sepak terjang Israel terhadap rakyat Palestina selama ini berarti menciptakan embrio kekerasan baru..? 

Mereka bisa saja berdalih menjunjung pluralisme di negara yang memeiliki heterogenitas tinggi ini. Tapi bukankah tidak harus dengan cara demikian (merayakan HUT Israel) dan kemudian dipublikasikannya. Sementara Indonesia sampai detik ini tidak meiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Walaupun ada informasi bahwa kontak diplomatik dan organisasi sosial antara Jerussalem - Jakarta perlahan mulai dirintis, bukan berarti harus melukai perasaan mayoritas rakyat Indonesia yang masih geram dengan agresi mereka terhadap rakyat Palestina.

Kalau untuk tujuan meredam kekerasan, nampaknya mereka salah arah berkiblat. Kita semua paham bahwa sepanjang sejarah Zionisme yang ditabuh sejak akhir abad ke 19, selau diwarnai dengan pertumpahan darah dan kekerasan. Ribuan nyawa melayang oleh moncong senapan dan meriam Israel. Sementara mereka hanya mampu melawan dengan batu (baca: Intifadah). Pembantaian terhadap warga sipil selalu kita dengar melalui media. Ini catatan hitam yang tak pernah terselesaikan bahwa Israel sudah dan sedang melakukan pembersihan etnik yang dari perspektif apapun tak bisa dibenarkan.

Lalu apa untungnya mereka merayakan Hari Ulang Tahun Negara lain..? bahkan ulang tahun sebuah bangsa yang tak ada hubungan sama sekali dengan kita, baik aspek sosiologis, politik, kultur atau teologis. Dampak negatifnya lebih banyak, moderatnya jauh lebih besar dari manfaatnya yang nyaris tak ada.  

Aparat negeri ini sedang bersusah payah membangun stabilitas dan keamanan, kasus demi kasus masih belum terselesaikan. Negeri ini memang heterogen, tapi jangan dengan dalih demi pluralisme kita memantik api dan menyulut kegeraman baru. Harmoni antar umat memang harus kita junjung tinggi. Namun di saat stabilitas bangsa dan sendi keberagaman masih rapuh, rasanya tak layak melakukan hal-hal yang tak perlu.

Bukankah merayakan hari jadi Negara lain bisa mencoreng wajah bangsa sendiri bahkan mungkin dianggap makar?. Semoga coretan pendek ini menjadi pertimbangan agar keinginan sebagian kelompok tidak melukai kelompok yang lainnya.


 
 
Pernah dengar kata bactrack..? Dulunya saya penasaran dengan nama ini. Ternyata usut punya usut backtrak adalah salah satu distro Linux yang ketika saya coba banyak memiliki kelebihan dibandingkan dengan produk Linux sebelumnya. Saya sering menggunakannya karena OS ini sebagaimana produk Linux lainnya dipasarkan secara gratis dan mengoperasikannya juga mudah. Bagi anda yang sudah familiar dengan windows saya yakin bisa menggunakannya dengan mudah.

Sebagai salah satu distro yang dikenal gratis dengan tingkat securitas yang tinggi, backtrack nampaknya dikembangkan dari slackware yang di merge dari whax dan auditor security collection. Backtrack2 menurut informasinya dirilis  pada awal maret 2007 yang mengintegrasikan lebih dari 300 tool security, sedangkan versi beta 3 dilaunching pada tanggal 14 Desember 2007, hanya selisih beberapa bulan dari versi sebelumnya. Versi ini difokuskan pada pengembangan hardware yang memudahkan mengplikasikan gadget-gadget baru yang mulai bermunculan di pasaran, baik di cyber space atau pasar konfensional.

Uniknya ternyata backtrak ini dikembangkan oleh seorang consultant security berkebangsaan Israel (orang Indonesia mana...?) yang berkolborasi dengan Max Mosser yang merupakan auditor security collection dan bekerja untuk linux secara khusus melakukan penetrasi keamanan di Linux. Hebatnya lagi backtrack ini ternyata bisa saya gunakan untuk hacking WIFI hotspot tetangga yang menggunakan enkripsi WEP, dan hasilnya 100% jitu, semua hotspot wireless dengan enkripsi WEP bisa saya tembus passwordnya. Saya tunjukkan caranya jika saya sempat nulis lagi. Tentu saja cara tersebut saya dedikasikan buat teman-teman yang memiliki router modem yang menggunakan wireless agar tidak gegabah memakai sistem keamanannya, bukan untuk mereka yang mau nyolong ngenet gratis.

Saya hanya geleng-geleng kepala bagaimana mungkin sebuah Kerja komunitas para intelektual dan teknisi bisa menghasilkan OS yang didistribusikan dengan gratis bisa di download oleh siapa saja tanpa diminta apa-apa. Apa mungkin mereka berkarya untuk menjatuhkan otoritas Windows yang sudah mendarah daging seantero jagad yang dibajak besar-besaran oleh hampir 80% pengguna komputer dan internet. Ah saya tak tahu toh OS Windows7 yang saya pakaipun bajakan.

Sebagai OS untuk menjalankan komputer, tentu saja layaknya distro Linux yang lain, bactrack tidak bisa dijalankan integral dengan windows. Anda harus menggunakan flash usb atau keping cakram terpisah dengan memilih opsi pengoprasian pada awal membuka komputer. Penasaran dengan backtrack...? ada yang terbaru versi beta backtrack4 yang bisa download gratis disini
 
Pagi ini kembang berkidung
Berhias meraih tetes embun diambang mentari
Seperti kita sayang….,
Tersenyum di tunas hari agar terajut cinta hingga nanti
Bangunlah istriku,
Dengarkan burung bersenandung,
dan ijinkan kupetik dawai dari aroma helai rambutmu
Dengarkanlah,
tiap sentuhan menjadi lagu seiring debar jantungmu

* * *

Ingatkan aku saat nafas terpacu
Di atas tilam dalam remang oleh cemburu sang bulan,
saat  pernikahan kita masih belia

* * *

Gemerlapanlah hati dan jiwa oleh cinta di bibirmu
Setiap waktu bercumbu menjadi altar ibadah baru
Dan acapkali saat bulan mulai berlabuh,
kita rayakan cinta dan sejuta ungkapan rindu
Setiap ku sentuh engkau dengan hatiku
Bak merangkai indahnya seribu sonata
Dan kadangkala saat angin meniup lentera,
matamu redup seperti dian disela desir pawana
* * *


Kutangkupkan hati dan jiwa dalam sikap bersembahyang
Memanjatkan harap dan doa agar kita berkekalan
Dan dalam sujudku ditengah malam,
Aku meminta sepanjang hayat bersandingan

* * *

Malam pun datang bulan menari,
gemetar ikuti ombak sepanjang sisa melodi
Seperti kita sayang……,
berdebar meniti cinta dari menikah hingga ke mati
Kemarilah istriku,
rebahlah kupeluk engkau dalam pasrahmu,
biarlah hasrat mengalir dalam setiap denyut nadi kita
berdoalah selagi hasrat menyatu


Di usia kita yang sudah tak muda lagi
Semoga cinta tetap berlabuh dalam gairah rindu abadi


 Mahesa's inspired
 
Indonesia sebagai model pluralisme nampaknya harus dikaji kembali kelayakannya. Kekerasan yang berbau agama semakin sering kita dengar. Awal Februari lalu kembali menjadi catatan hitam betapa keberagaman dan ke Bhinneka-an kita semakin porak poranda, padahal Indonesia baru saja menggelar perhelatan dunia “Pekan Harmoni Antar-Iman Dunia” (World Interfaith Harmony Week), dimana tokoh lintas agama berkumpul bersama para negarawan.

Kekerasan di awal Februari masih terlalu hangat untuk dilupakan, dalam dua hari saja ada dua kejadian mengejutkan tentang disharmoni umat beragama di Indonesia. Pertama kasus cikeusik dimana sekitar 1000 massa menyerbu kediaman seorang yang yang diduga penganut dan pimpinan Ahmadiyah setempat, massa merusak dan membakar kediaman jamaah tersebut dan beberapa diantaranya harus terbunuh dengan sia-sia, ini masalah internal agama yang sebenarnya sudah lama menjadi PR pemerintah. Kedua kasus Temanggung yang dipicu oleh ketidak puasan massa atas vonis perkara penodaan agama di Pengadilan Negeri Temanggung yang hanya memvonis terdakwa penistaan agama dengan 5 tahun penjara, massa yang tidak puas kemudian bergerak dan membakar tiga gereja serta satu yayasan.

Kemarin kita kembali dikejutkan dengan meledaknya bom saat dicoba dijinakkan oleh polisi di Komunitas Utan Kayu yang kemudian dikenal dengan “Bom Ulil”, karena paket bom tersebut ditujukan buat pimpinan komunitas Ulil Abshar Abdalla. Lagi-lagi isunya kekerasan berbasis teologi dan agama. Ketidak puasan internal dalam agama yang memicu seseorang berbuat nekat bahkan mungkin tanpa nalar Liberalisme vis a vis radikalisme

Ironi yang tak perlu terjadi di negara yang konon penduduknya bisa hidup rukun dengan berbagai agama, ras dan etnik. Hal yang sebenarnya tak perlu terjadi di saat dunia mulai mengkampanyekan harmonisasi antar iman seluruh dunia, saat sebagian dunia barat mulai tertarik dengan keindahan Islam sebagai way of life

Ini masih menunjukkan bukti bahwa pemahaman pluralism belum mampu meng-cover sikap radikal beberapa kelompok yang tidak sepaham dengan lainnya, dengan Liberalis misalnya. Ini juga menjadi bukti bahwa ke Bhinneka-an kita yang ditanamkan sejak nenek moyang kembali rapuh dengan perlakuan beberapa orang bergaris keras. Menjadi bukti bahwa Indonesia tak lagi layak sebagai model tumbuhnya pluralism agama yang dibangun dengan susah payah oleh Indonesian pluralism founder.

Di Jaman Rasulullah sudah diatur tentang keberagaman beragama, beliau membuat piagam yang berisi penyatuan umat beragama, Islam, Kristen, Bahkan Yahudi ketika itu. Piagam yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah karena memang b erpusat di Kota Madinah ketika itu mengayomi kebersamaan umat, bahkan orang kafir yang tidak memerangi umat Islam bisa hidup rukun dan saling menghormati dalam bingkai Negara Islam yang berpusat di Madinah. Berjanji untuk tidak saling serang, untuk mempertahankan Negara yang sama namun tetap dalam agama yang berbeda.

Sejak zaman nenek moyang Indonesia sudah beragam dan terbiasa dengan perbedaan, kenapa baru akhir-akhir ini terjadi letupan? Kita tidak ingin menyamakan seluruh isi kepala tentang pemahaman beragama, yang beda biarlah beda dan jangan memaksakan kehendak agar orang lain turut mengiyakan apa yang kita pikirkan. Kenapa kita tidak memahami perbedaan secara kontekstual bahwa keberagaman adalah sebuah keniscayaan? Dimana letak keberagaman dan kerukunan kita?


Repost dari Kompasiana

me

5/7/2011

0 Comments

 
Hanif Ys